Polda Sultra Selesaikan Kasus Pengeroyokan di Bombana Lewat Restorative Justice
SULTRAMERDEKA.COM — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Tenggara berhasil memediasi penyelesaian perkara dugaan pengeroyokan di Kabupaten Bombana melalui pendekatan Restorative Justice.
Proses perdamaian ini digelar pada Jumat, 31 Oktober 2025, pukul 10.00 Wita di Aula Ditreskrimum Polda Sultra, dan dipimpin langsung oleh Direktur Reskrimum Polda Sultra, Kombes Pol Wisnu Wibowo.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, antara lain Kasat Reskrim Polres Bombana, Kapolsek Poleang Barat, para camat dari Poleang Barat dan Watubangga, kepala desa, kuasa hukum, serta pelapor dan terlapor dari kedua kasus.
Forum tersebut menjadi momentum penting dalam penerapan penegakan hukum yang berkeadilan dan berlandaskan nilai kemanusiaan.
Kasus pengeroyokan ini bermula dari dua laporan polisi di Polres Bombana, yakni LP/B/39/IX/2025 dengan pelapor Maudi dan terlapor Agus, serta LP/B/40/IX/2025 dengan pelapor Nusi dan terlapor Kasdin serta Ramli.
Peristiwa tersebut terjadi pada Kamis, 11 September 2025, di Desa Analere, Kecamatan Poleang Barat, Kabupaten Bombana.
Setelah dilakukan penyelidikan, Polda Sultra kemudian memfasilitasi proses mediasi guna mencari solusi damai di antara para pihak.
Melalui mekanisme Restorative Justice, seluruh pihak yang terlibat sepakat untuk berdamai secara kekeluargaan.
Kesepakatan ini dibuat sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam forum mediasi, para pelapor dan terlapor menyampaikan komitmen untuk saling memaafkan dan mengakhiri perselisihan tanpa dendam.
Aparat pemerintah daerah, mulai dari camat hingga kepala desa, memberikan apresiasi terhadap langkah kepolisian yang dinilai mampu menciptakan penyelesaian yang damai dan bermartabat.
Direktur Reskrimum Polda Sultra, Kombes Pol Wisnu Wibowo, menegaskan bahwa penerapan Restorative Justice merupakan bentuk nyata dari semangat Polri Presisi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
“Pendekatan Restorative Justice bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, penyidik Ditreskrimum Polda Sultra membuat surat kesepakatan perdamaian yang disaksikan oleh pihak pemerintah setempat.
Pelapor kemudian mencabut laporan polisi dan mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap para terlapor.
Menindaklanjuti kesepakatan itu, penyidik melaksanakan penangguhan penahanan dan akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dilaporkan secara resmi kepada Jaksa Penuntut Umum.
Proses mediasi yang berlangsung hingga pukul 10.45 Wita tersebut berjalan dengan aman, tertib, dan penuh suasana kekeluargaan.***





