KAMMI Sultra Kecam Tindakan Brutal Aparat yang Tewaskan Pengemudi Ojol, Desak Presiden Prabowo dan Kapolri Lakukan Hal Ini
SULTRAMERDEKA.COM – Tragedi meninggalnya seorang warga sipil bernama Affan Kurniawan, pengemudi ojek online, dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI pada Kamis, 28 Agustus 2025, menuai kecaman keras dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW KAMMI) Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menuntut pertanggungjawaban aparat kepolisian dan pemerintah.
Berdasarkan video yang beredar, Affan Kurniawan menjadi korban tindakan brutal aparat setelah dilindas kendaraan taktis Brimob saat kericuhan aksi.
Peristiwa ini kemudian memicu gelombang reaksi karena dinilai mencerminkan hilangnya kendali aparat dalam menjalankan tugas menjaga keamanan.
Dalam pernyataan resminya, PW KAMMI Sultra menilai tindakan aparat yang menyebabkan tewasnya rakyat sipil merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius.
Mereka menegaskan, alasan apa pun tidak bisa membenarkan tindakan brutal aparat yang merenggut nyawa rakyat kecil.
“Aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru berubah menjadi ancaman nyata bagi masyarakat. Tragedi 28 Agustus bukan sekadar insiden, melainkan bukti nyata adanya kekerasan aparat terhadap rakyat,” tegas Ketua PW KAMMI Sultra, Iwan Haridi.
Menurutnya, penggunaan alat negara untuk menindas dan mengorbankan rakyat adalah kejahatan kemanusiaan. Negara disebut tidak boleh berlindung di balik narasi “insiden” untuk menutupi kesalahan aparat.
Dalam rilisnya, PW KAMMI Sultra menyampaikan empat sikap resmi terkait tragedi ini. Pertama, mengecam keras tindakan brutal aparat kepolisian dalam tragedi 28 Agustus 2025.
Kedua, mendesak Presiden RI dan Kapolri untuk segera mengusut tuntas peristiwa tersebut serta menyeret semua pihak yang bertanggung jawab tanpa terkecuali.
Ketiga, menuntut pemberhentian dan proses hukum terhadap aparat di lapangan maupun komando yang terbukti lalai dan brutal.
Keempat, menegaskan bahwa penggunaan alat negara untuk mengorbankan rakyat adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang tidak boleh dibiarkan terulang.
PW KAMMI Sultra juga memperingatkan bahwa demokrasi tidak boleh ditegakkan dengan darah rakyat. Jika praktik brutal aparat terus terjadi, bangsa ini dikhawatirkan akan mundur menuju rezim penindasan.
“Rakyat bukan musuh negara. Jika aparat tidak mampu menahan diri dan terus menindas, maka kepercayaan publik terhadap penegak hukum akan hancur,” tegas Iwan Haridi.
Selain mengecam keras tindakan aparat, PW KAMMI Sultra juga menuntut Presiden RI Prabowo Subianto selaku kepala negara untuk tidak tinggal diam atas tragedi ini.
Menurutnya, Presiden Prabowo harus memberikan atensi khusus dengan memastikan proses hukum berjalan transparan, adil, dan menyeluruh.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga didesak agar mengambil langkah cepat dan tegas, termasuk mencopot serta memproses hukum aparat yang terlibat.
“Negara wajib hadir dalam melindungi rakyat, bukan justru melanggengkan kekerasan oleh aparat. Jangan sampai peristiwa tragis ini berakhir dengan impunitas seperti kasus-kasus sebelumnya,” kata Iwan Haridi.
Kasus meninggalnya Affan Kurniawan menambah daftar panjang rakyat sipil yang menjadi korban kekerasan aparat dalam aksi demonstrasi.
Berbagai organisasi masyarakat sipil sebelumnya juga mengingatkan bahwa penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat berpotensi mengorbankan nyawa manusia dan mencederai demokrasi.
PW KAMMI Sultra menegaskan bahwa peristiwa ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dan aparat keamanan.
“Jika aparat terus dibiarkan bertindak brutal, maka bangsa ini sedang berjalan mundur menuju rezim otoriter,” Iwan Haridi.
Dalam pernyataan penutupnya, sosok yang merupakan advokat muda ini mengingatkan bahwa demokrasi sejati hanya bisa berdiri di atas penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan perlindungan rakyat.
“Demokrasi tidak boleh ditegakkan dengan darah rakyat. Aparat kepolisian seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat, bukan menjadi pihak yang justru mengancam keselamatan warga sipil,” tegasnya.
Menurutnya, tragedi 28 Agustus 2025 akan menjadi isu nasional yang memantik gelombang desakan keadilan dari berbagai kalangan.
Mahasiswa, aktivis HAM, hingga organisasi masyarakat sipil diprediksi akan terus mengawal kasus ini agar tidak berakhir tanpa kepastian hukum.
PW KAMMI Sultra sendiri berkomitmen untuk terus bersuara hingga seluruh aparat yang bertanggung jawab benar-benar diusut dan dihukum sesuai aturan.
Mereka juga mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap enteng suara rakyat, sebab kematian satu orang rakyat sipil adalah luka mendalam bagi bangsa.
“Rakyat bukan musuh negara. Kedaulatan rakyat harus dijunjung tinggi. Kami akan terus berdiri bersama rakyat dalam memperjuangkan keadilan,” pungkasnya.(sm-02)