Pembaharuan Pendidikan Melalui Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional
Pembaharuan pendidikan baik dalam bentuk undang-undang, reformasi kurikulum atau yang lainnya tidak bisa terlepas dari dinamika politik, konflik ideologi, tuntutan zaman dan kondisi keberagaman sosial, budaya dan agama. Untuk itu memahami kebijakan pendidikan haruslah dikaitkan dengan konteks politik saat ini. Lahirnya Kurikulum Merdeka merupakan hasil evaluasi kurikulum 2013 yang dianggap sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman dan sebagai respon solutif dampak negatif pandemi covid-19 di bidang pendidikan. Kurikulum merdeka juga hadir tepat saat pergantian kepemimpinan sehingga kesan berganti menteri berganti kurikulum tetap melekat dan menjadi stigma bahwa kurikulum ada pengaruh politik yang kuat. Jika kita telisik dari substansinya kurikulum merdeka sebenarnya memberikan energi terbarukan dunia pendidikan dalam peningkatan kualitas.
Filosofi Merdeka Belajar adalah melayani murid sesuai kebutuhannya. Karakteristik kurikulumnya fokus pada materi essensial , relevan, dan mendalam sehingga ada waktu cukup untuk membangun kreatifitas dan inovasi peserta didik dalam mencapai kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Pembelajaran yang fleksibel yaitu keleluasaan bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian dan perkembangan masing-masing dan melakukan dengan konteks dan muatan lokal. Pembelajaran berdifferensiasi adalah merupakan pembelajaran yang dikembangkan untuk merespon kebutuhan murid dalam belajara yang berbeda-beda meliputi kesiapan belajar, minat, potensi, dan gaya belajarnya. Muatan pengembangan soft skills dan karakter melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Filosofi ini sudah mencerminkan kesesuaian dengan spirit zaman yaitu perubahan dan pembaharuan. Peserta didik diharapkan mempunyai kompetensi adaptif kreatif di tengah dinamika perubahan dan arus informasi serba cepat. Guru diberikan kemerdekaan mendesign kurikulum yang bisa menyesuaikan spirit zaman ini. Secara teknis konkritnya dalam menjaga keseimbangan hard skill – soft skill, mengembangkan metode dan instrument evaluasi. Peserta didik membutuhkan kompetensi problem solving dan kemampuan mendisain alternatif pemecahannya sebagai kompetensi abad 21 yaitu ketrampilan berpikir. Guru harus lebih konsisten menerapkan soal-soal standart AKM seperti pilihan ganda kompleks, menjodohkan dengan pilihan jawaban lebih banyak dari jumlah soal dan soal uraian dengan pertanyaan bagaimana sesuatu bisa terjadi jika itu asessmentnya tertulis. Sudah saatnya guru meninggalkan konsep-konsep belajar yang bernuansa individualisme dan Pemilihan solitary laerning yang keberhasilan belajar berdasarkan kinerja pribadi. Guru lebih mengembangkan indikator keberhasilan yang berkaitan dengan kemampuan kerja sama atau partisipasi dalam menyelesaikan masalah. Dengan begitu maka pendekatan pembelajaran tidak mementingkan “isi” dengan menjejali peserta didik dengan materi yang harus di hafal dan di ingat tetapi meningkatkan “kapasitas” yaitu kemampuan memahami dan kemampuan untuk belajar.
Setelah kurang lebih 2 tahun masa percobaan maka pemerintah berencana akan menetapkan kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional di tahun 2024 ini dan pemberlakuan serentak pada tahun 2026 jika pemimpin baru setuju ada keberlanjutan. Masih ada waktu 2 tahun lagi untuk mempersiapkan satuan pendidikan menyonsong kebijakan kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional. Pelatihan dan pendidikan guru diarahkan membantu meningkatkan kualitas kemandiriannya agar mampu berpartisipasi dalam pembaharuan pendidikan. Upaya ini juga perlu di bantu oleh orang tua .Dengan masih adanya mis konsepsi kurikulum merdeka maka satuan pendidikan belum optimal atau bahkan belum sama sekali mensosialisasi kurikulum merdeka ke orang tua. Praktik di lapangan masih juga ditemukan guru tidak meluruskan konsep pembelajaran orang tua yang salah tetapi justru mengikuti apa yang menjadi keinginan orang tua di mana pengetahuan pendidikannya berbasis masa lalu.
Setiap perubahan kurikulum membutuhkan proses. Munculnya kendala di implementasi merupakan bagian dari seninya belajar. Perubahan belum berjalan efektif dan terbentur masalah klasik yaitu di SDM nya dalam hal ini guru. Hal ini disampaikan oleh Kepala BSKAP Anindito Aditomo dalam sebuah kesempatannya sebagaimana dilansir (Tempo.co Jakarta) bahwa guru belum siap dan masih butuh waktu untuk belajar dan beradaptasi. Masih banyak guru yang belum memahami substansi Kurikulum Merdeka. Selain itu juga dilevel pengawas dan kedinasan belum melakukan pengawasan dan penguatan kepada satuan pendidikan dan guru khususnya untuk bertranformasi pembelajaran. Praktik di lapangan masih di jumpai situasi yang kontra produktif seperti budaya juklak-juknis yang dinanti ,pengadaan LKS/buku dan instrument evaluasi yang seragam serta bernuansa pengetahuan masa lalu yang justru membuat malas berpikir masih sulit dihilangkan. Guru masih gamang dan gagap dengan kemerdekaan mengajar yang diberikan .
Kendala ini muncul karena guru tidak memiliki pengalaman kemerdekaan belajar sebelumnya saat menjadi siswa atau mahasiswa dan dalam hal management waktu belajar. Kurikulum baru meniscayakan guru untuk belajar dengan asumsi bahwa guru adalah manusia paling tercerahkan yang seharusnya menjadi manusia pembelajar ulung. Guru diharapkan mandiri belajar dan aktif mengikuti pelatihan – pelatihan yang di selenggarakan secara daring. Akan tetapi guru masih membutuh skills yang memadai untuk adaptif, kreatif dan inovatif. Praktik pembelajaran masih belum bisa keluar dari praktik pembelajaran tradisional yang berbasis pada guru. Sebagaimana hasil Riset Bank Dunia Tahun 2014 bahwa guru Indonesia mengambil alih 75% waktu belajar peserta didik .Dalam hal interaksi, hanya 10 % waktu untuk diskusi, 60 % untuk menjelaskan. Selebihnya alih pengetahuan atau bisa dikatakan tranfer jawaban benar untuk mengisi LKS. Kondisi ini berlanjut berdasarkan hasil survey Bank Dunia Tahun 2020 menunjukkan bahwa kompetensi dan kemampuan mengajar guru Indonesia rendah.
Untuk itu perubahan kurikulum ini perlu di sikapi dengan bijak semua pihak. Jika hanya sekedar menjalankan intruksional kurikulum maka akan terasa berat bahkan makan hati. Kurikulum Nasional adalah acuan. Yang menjadikan pendidikan menjadi bermakna atau berdampak positif adalah guru dilapangan. Guru wajib menjalankan sesuai dengan tupoksinya dengan cerdas ,ikhlas dan kreatif. Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan sebagai jantungnya satuan pendidikan perlu di buat dengan sungguh-sungguh melibatkan banyakmpihak dengan semangat adaptif-kreatif dari kurikulum merdeka. Untuk itu pihak-pihak terkait perlu memikirkan ulang proses belajar murid dan proses belajar guru dengan banyak pelatihan, pengawasan, dan pengembangan kemampuan. Apalah artinya konsep kurikulum yang sudah dianggap ideal akan tetapi tidak dapat diimplementasikan sesuai harapan. Bargaining position guru sungguh kuat dalam mensukseskan terimplementasinya kurikulum baru.
1. Guru di sekolah formal/non formal/kyai jika itu di pesantren adalah aktor utama pendidikan dan yang memberikan garansi bagi setiap proses yang berlangsung di lembaga pendidikan.
2. Guru adalah yang melahirkan kreatifitas, ilmu,pengalaman dan menginspirasi muridnya dan murid mentaatinya.
3. Guru memakmurkan sekolah sebagai tempat transformasi ilmu dan nilai sekaligus tempat ibadah yang selanjutnya akan menjadi amal -amal sholih.
4. Guru-guru memegang buku/kitab rujukan yang menjadi sumber belajar.
Melihat wajah Indonesia saat ini, masih dalam kondisi krisis multi dimensi dan di perparah oleh krisis EMOTESI yaitu krisis etika, moralitas, integritas dan indepedensi. Banyak para penyelenggara negara yang korupsi dan melanggar konstitusi sehingga tidak mempunyai independensi untuk melakukan hal yang benar dan meluruskan yang salah. Banyak masyarakat yang tidak sadar menjadi sasaran politisasi kebijakan. Banyak para politisi tersandra kasus sehingga relasi kuasa tidak independen sehingga sulit memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Produk pendidikan yang gagal membangun karakter bangsa. Pembaharuan kurikulum perlu melakukan reorientasi wawasan. Reorientasi bukan menambah materi tetapi sikap, kesadaran dan pandangan hidup. Yaitu pendidikan nilai yang meliputi pendidikan nilai-nilai HAM, demokratisasi, nasionalisme dan pluralisme dan nilai pembentuk akhlak individu yang bersumber dari agama dan adat istiadat. Hal ini menyangkut proses dan metode. Capaian kemampuan anak sudah diberi ruang fase sehingga bukan anak yang mengikuti materi tetapi materilah yang mengikuti kemampuan anak. Ruang dan kesempatan terhadap pendidikan nilai akan semakin lapang.
Aspek keberagaman agama dan sosial budaya memberikan pengaruh terhadap cara pandang pendidikan. Hal ini merupakan sesuatu yang asasi. Berdasar keprihatinan terhadap krisis di atas dan seiring meningkatnya gairah dan kesadaran beragama orang tua , menjadi tantangan tersendiri peningkatan kualitas guru. Sebagai contoh guru diharapkan mempunyai kompetensi tambahan yaitu mempunyai wawasan religius yang memadai sehingga mampu membuat kurikulum yang integratif – interkonektif atau ilmu yang lahir dari pemahaman keilmuan dan keagamaan dan mengaktualisasikannya dalam bentuk sosok role model dalam pendidikan akhlak. Ini lahir dari sistem pendidikan nasional dan kurikulum yang tidak sekuler.
Dengan semangat pembaharuan pendidikan , kurikulum nasional diharapkan mampu menjadi pijakan penyelenggaraan pendidikan sesuai fitrah manusia yaitu mempertahankan kelangsungan hidup manusia dan manusia secara utuh semakin berkualitas dari waktu ke waktu. Akhirnya pembaharuan kurikulum mengantarkan manusia Indonesia mencapai kebahagian tertingginya. Adapun konsep kebahagiannya adalah jika bermanfaat sebesar-besarnya untuk kemslahatan bukan seperti kaum hedonis yang menemukan kebahagiaannya dalam kesenangan karena terpuaskan keinginannya atau seperti kaum agamis yang menemukan kebahagiaan dalam sebuah keheningan, kesendirian, keterasingan, meminggirkan diri dari kehidupan sosial. Kebahagiaan adalah kesenangan melakukan sesuatu, menciptakan sesuatu dan berpartisipasi untuk menciptakan sesuatu bersama-sama yang bermanfaat untuk semesta.
Penulis: Indah Prihati, S.Si,M.Pd.(Praktisi Pendidikan Formal dan Non Formal, Pimpinan Yayasan Paradigma Bina Insani Cilacap dan Pengurus DPP RPI Bid. Pendidikan).